Saturday, September 29, 2007

Walking In The Dark II

Akhirnya saya berkesempatan mendatangi kembali sebuah Organisasi Tunanetra di kawasan Lebak Bulus, Jakarta. Organisasi tersebut bernama Mitra Netra, Tempat bagi para tunanetra yang ingin belajar mandiri dan mengasah kemampuan mereka. Sesampainya saya di sana kebetulan ada seorang tunanetra yang baru berjalan kea rah tempat tersebut dengan tongkatnya yang setia menari-nari di hadapannya. Hal ini menggelitik keingintahuan saya, karena kecepatan tunanetra tersebut berjalan lebih cepat dari orang orang yang berjalan di sekitarnya. Sungguh hal itu membuat saya tertegun dan berpikir , “Bagaimana mungkin dia dapat berjalan secepat itu tanpa ditemani dari tempat tinggalnya ?”. Saya pun menyusulnya dan berjalan tepat di belakang tunanetra tersebut,
“Hi Bayu ! Kenapa tongkatmu bisa bengkok seperti itu ?” sapa seorang pembimbing wanita ketika tunanetra tersebut melewatinya.
“Hi, Saya tadi ada sedikit halangan nih.. Biasa, kena ban angkot.. hehehe…” tukas tunanetra yang bernama Bayu tersebut.
Rupanya Bayu datang ke tempat tersebut sendiri menggunakan angkutan umum, menyeberang jalan, dan entah apalagi hal yang ditemuinya selama perjalanannya.

Bayangkan berjalan di lorong yang gelap tanpa cahaya sedikitpun dengan suara langkah kaki dan kendaraan yang lalu-lalang dengan mengandalkan pendengaran dan bergantung hanya pada tongkat sepanjang sekitar 120cm yang sudah bengkok. Sungguh saya tidak dapat membayangkan bagaimana seseorang Tunanetra dapat mencapai tempat tujuannya dengan keadaan tersebut, bagaimana dia dapat menentukan arah dan mengetahui posisi dirinya ?
“Komputer ada yang kosong gak ya?” Tanya Bayu
“Tadi sih ada, coba saja langsung ke atas” jawab wanita itu. Lalu setelah berpamitan Bayu memasuki ruangan kantor Mitra Netra. Saya pun turut memasuki kantor tersebut dan duduk di ruangan yang seperti ruang tunggu dengan luas sekitar 2x5m yang dilengkapi dengan kursi dan meja panjang serta satu meja kerja dan computer. Terdengar ada suara seorang wanita yang sedang menjelaskan keadaan di dekat saya duduk.
“itu kursi yang kamu pegang, coba beritahu saya kursi itu menghadap kemana?” ucap wanita itu
“Kea rah sana” tukas anak laki-laki yang ternyata adalah seorang anak yang sedang belajar orientasi ruang agar memudahkannya mengenali ruangan di sekitarnya.
“Apa ini ?” Tanya anak tersebut
“itu namanya abacus, nanti jika kamu mau bisa belajar menggunakan itu” jawab wanita yang ternyata adalah seorang pembimbing dengan suara lembut dan penuh kesabaran dalam mengajar tunanetra, hal itu sangatlah tersirat dalam alunan suara yang keluar dari mulut wanita tersebut, terdengar sopan, jelas, dan keibuan.

“hallo, sudah lama datangnya ?” sapaMbak arya yang baru saja sampai dari tugas keluar.
“Iya, paling baru lima menit “ jawab saya sambil terheran-heran
“Bagaimana mbak bias tahu saya yang duduk disini?” lanjut saya cepat
“hahaha… kelihatan dari auranya…, setiap orang mempunyai warna yang berbeda lho.. dari situ saya tahu” ucapnya sambil tersenyum.
Hmm… Sebenarnya saya tidak begitu mengerti apa yang dimaksud dengan jawaban tersebut tetapi saya menangkap satu hal bahwa mbak arya tidak buta total tetapi low vision.


Tunanetra disini biasanya dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
- Low Vision, Pada golongan ini Tunanetra memiliki pandangan tidak lagi 100% tetapi di bawah itu. Tunanetra dengan kondisi hanya dapat membedakan gelap atau terang juga disebut low vision, biasanya jarak pandang tunanetra pada golongan ini sangatlah terbatas.
- - Totally Blind, Pada golongan ini tunanetra sudah tidak dapat melihat sama sekali, bahkan cahaya matahari sekalipun. Pada keadaan ini tunanetra diharuskan menggunakan tongkat apabila keluar ruangan demi keamanannya.

Mitra Netra adalah sebuah institusi yang bergerak di bidang pendidikan dan pengembangan bagi Tunanetra. Mitra Netra didirikan pada 14 mei 1991, dan dalam pelaksanaannya Mitra Netra berjalan dengan tanpa bergantung pada Institusi Keagamaan, Sosial, maupun Politik. Awal berdirinya Mitra Netra adalah karena Kurangnya Kesempatan dan fasilitas bagi tunanetra dalam berbagai hal di Indonesia. Dalam pelaksanaannya sebagai Institusi yang bergerak dalam bidang pendidikan, Mitra Netra bekerjasama dengan berbagai Institusi lain untuk membangun program-program yang membantu tunanetra dalam pendidikan dan pengembangan potensi.
“Nah …. Suara apa itu mbak ?” Tanya saya sambil mendengarkan suara yang terdengar seperti robot.
“Itu adalah computer berbicara, yuk.. kita lihat lihat ke atas.” Jawab mba arya sambil mengajak saya mengikutinya.
Kami melewati beberapa ruangan kerja staff dan sampai pada tangga yang melingkar ke atas, selain terdengar suara mesin ketik yang bersahutan, suara seorang laki laki seperti robot pun semakin jelas terdengar. Sesampainya saya di atas saya diperkenalkan kepada seorang wanita tunanetra yang sedang menggunakan computer tersebut dan dia pun memperagakan bagaimana cara mengoperasikannya.
“Layarnya memang sengaja dimatikan karena kami jarang mempergunakannya” ujar mbak arya.
“waduh… susah juga yah..” ujar saya sambil menggaruk-garuk kepala .
Waktu itu memang sangatlah menjadi pengalaman berharga bagi saya, belajar mengerti bagaimana tunanetra dapat beraktifitas dengan mengandalkan indera lain selain penglihatan.
“nah, coba kamu ketik satu kata disitu dengan gaya tunanetra” ujar mbak arya sambil tersenyum
“Ok, …” sahut saya dengan gaya sambil meletakkan tangan di keyboard dan memejamkan mata.
“waduh… bagaimana caranya yah?” lanjut saya lagi sambil salah tingkah.
“hahahahaha” Kontan kami bertiga pun tertawa….

Hari berlalu tanpa terasa, dan tibalah waktunya saya berpamitan setelah diajak berkeliling ke tempat belajar computer, Lab audio, perpustakaan yang menyediakan audio book, Koperasi, serta memperhatikan seorang tunanetra yang sedang belajar orientasi mobilitas agar dia dapat berjalan sendiri menggunakan tongkat dan mengetahui dimana posisinya. Setelah berterimakasih kepada mbak arya saya pun meninggalkan tempat yang penuh dengan kasih tersebut.

Ternyata masih ada kasih di dunia yang begitu memperhatikan orang-orang yang membutuhkannya, Kasih yang mendorong sukarelawan untuk campur tangan menolong dan melayani kaum tunanetra. Cinta kasih yang selalu digembar-gemborkan oleh sebagian orang, Cinta kasih yang selalu dibanggakan untuk membangun citra diri seseorang / golongan ternyata tidaklah berarti, karena yang berarti adalah Cinta kasih yang tulus diikuti dengan perbuatan perduli dengan tanpa pengharapan imbalan, Cinta kasih keibuan yang mengajarkan anak-anak tunanetra tersebut untuk dapat meraih cita-cita dan mendapatkan kesempatan yang sama dengan orang lain.

Satu hal yang membuat saya kembali berpikir, melihat kondisi jalan di Negara kita menyadarkan saya begitu besar pengaruh keteraturan bagi tunanetra, karena seringkali tunanetra kehilangan arah akibat dari kendaraan yang parker seenaknya menghalangi jalan, serta trotoar yang dipadati oleh pedagang kaki lima. Kesadaran akan keteraturan dan ketertiban masih sangatlah minim, Sadarkah mereka akan yang apa mereka telah lakukan bagi kaum tunanetra dan orang orang dengan kemampuan yang berbeda?
Demonstrasi karena gerobaknya diangkut oleh dinas penertiban sedangkan mereka berdagang di jalan umum, tidak adanya jalur khusus bagi tunanetra dan pengguna kursi roda, trotoar yang digunakan untuk parker mobil, dan banyak lagi ….. Tahukah kalian bahwa saudara kalian membutuhkan perhatian dan kesempatan ? bahkan mereka dapat menjadi lebih hebat dari kalian yang sedang berorasi, berkorupsi, berbangga diri? karena ketidakperdulian kalian yang begitu meng”anak-tiri”kan saudara kalian ini. Mereka tidak ingin terbiasa menjadi bayangan yang dikasihani, akan tetapi yang sebenarnya yang mereka butuhkan adalah kesempatan belajar, bekerja, membangun Negara tercinta.

1 comment:

Anonymous said...

MItra Netra emang keren dan sangat up date. Saya juga pernah mengunjunginya dua kali. Bener2 terenyuh melihatnya...